Dokumentasi Kegiatan

  • Kegiatan Gebyar Muslim Engineer di Depan Fakultas Teknik UNRAM
  • berada di bawah terop depan FT-UNRAM
  • sedang di komentari oleh juri
  • Berjalan Menuju Pemandangan nan indah & Alami
  • bersama pemandu di Bandara Internasional Lombok
  • Depan jalan masuk ke ruang tunggu dan Check in Pesawat di Bandara internasional lombok
  • Ruang Sidang FT-UNRAM

kisah penuh hikmah

on Jumat, 03 Januari 2014

Sebuah kisah penuh hikmah,yang dikutip dan diringkas dari kitab  Qashash Muatstsirah Li asy-Syabab karya Ahmad bin Salim Baduwailan... (dengan sedikit perubahan gaya bahasa)

Ketika itu, Khalid sedang duduk di ruang kerjanya dalam keadaan gelisah dan sedih. Melihat keadaan Khalid, rekan kerjanya merasa prihatin terhadapnya. Temannya meminta Khalid agar menceritakan masalahnya, sehingga ia mungkin bisa memberi solusi dari masalahnya.

Khalid terdiam sejenak, dan berkata pada temannya, “terima kasih atas keprihatinanmu terhadapku, aku memang membutuhkan orang untuk mencurahkan masalah yang sedang kurasakan. Dan aku berharap ada orang yang dapat membantu menyelesaikan masalah ini”.

“Seperti yang telah kamu ketahui bahwa aku ini telah menikah sejak delapan bulan yang lalu. Di rumah kami hanya tinggal berdua. Dan masalahnya, adikku yang paling bungsu bernama Hammad dan telah berusia 20 tahun, dan saat ini telah menyelesaikan sekolahnya di jenjang SMU. Mulai pekan depan ia akan tinggal bersama kami. Karena ia diterima di salah satu perguruan tinggi di kota ini. Kedua orangtuaku sangat mengharapkan agar adikku itu bisa tinggal bersama kami dari pada ia tinggal diluar. Kedua orangtuaku sangat khawatir jika ia tidak bisa menjaga dirinya jika tinggal diluar.

Tapi aku sangat menolak permintaan itu, karena ia telah baligh dan keberadaannya dirumahku merupakan ancaman bagiku. Aku tidak ingin menyembunyikan rahasiaku padamu, aku dulu pernah bertanya kepada salah seorang Syaikh tentang masalah ini, dan ia melarangku membolehkan siapa pun meski saudaraku untuk tinggal bersamaku dan istriku dalam satu rumah. Dan beliau menyebutkan Hadits Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam

“Ipar itu adalah maut”

Artinya yang sangat berbahaya bagi seorang istri adalah keluarga dari suami seperti saudara laki-laki, paman, atau keponakan laki-laki”.

Khalid terdiam, sambil menenangkan dirinya sejenak. Kemudian melanjutkan,

“ketika aku menjelaskan masalah ini pada orangtuaku, dan aku bersumpah dengan nama Allah dihadapan mereka bahwa aku tidak su’uzhan kepada adikku. Namun mereka langsung marah dan menjelek-jelekkan aku dikeluarga dan mengatakan bahwa aku adalah anak durhaka. Tapi ayahku juga bersumpah dengan mengatakan, “Demi Allah  jika Hammad tidak tinggal bersamamu, sungguh aku dan ibumu akan marah kepadamu sampai kami meninggal dunia. Kami berlepas diri darimu di dunia dan di akhirat nanti”.

Khalid menundukkan pandangannya seraya berkata, “sekarang aku bingung dan bimbang. Di satu sisi aku ingin berbakti pada orangtuaku. Di sisi lain aku tidak ingin mengorbankan kebahagiaan keluargaku. Bagaimana nasehatmu padaku?”

Temannya menjawab, “apakah kamu tidak tahu bahwa Ridho Allah tergantung Ridho kedua orang tua, dan murka-Nya tergantung dari murka orang tua? Solusi masalah ini sudah jelas. Sekarang aku bertanya padamu, mengapa kamu mesti menuduh orang baik seperti adikmu itu tanpa bukti yang nyata? Lupakah kamu dengan firman Allah “Wahai orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa” (Al-Hujurat : 12). Beritahukan padaku, bukankah engkau percaya terhadap istrimu dan terhadap adikmu?”

Khalid tiba-tiba memotong, “aku percaya pada mereka. Tapi...”

Temannya kembali memotong, “kamu kembali ragu.. berprasangka buruk dan berandai-andai. Khalid, pecayalah terhadap ucapanku dan terhadap adikmu.. sekarang aku tanyakan padamu, jika adikmu menikah, apakah terlintas dipikiranmu untuk berbuat yang tidak-tidak pada istrinya? Aku pikir jawabannya sudah jelas padamu. Buatkanlah adikmu ruangan khusus yang terpisah dari ruang-ruang lainnya”.

Khalid mulai yakin dan menerima nasehat temannya. Beberapa hari kemudian Hammad telah tiba dibandara, dan Kholid menjemputnya dengan senang hati dan mengantarkan adiknya sampai dikamar barunya tersebut.

Dengan izin Allah, berlalu waktu yang panjang atas keluarga bahagia itu. Empat tahun kemudian, Khalid telah berusia 30 tahun dan telah menjadi seorang bapak dari tiga orang anak. Dan adiknya Hammad sudah berada pada tahun terakhir kuliahnya. Khalid berjanji agar mencarikan pekerjaan untuk Hammad setelah ia lulus dan sampai ia menikah dan tinggal bersama istrinya dirumah baru mereka.

Pada suatu malam, Khalid pulang kerumahnya dengan mengendarai mobilnya. Di tengah perjalanan, terlihat dua sosok wanita yang tidak jelas dari kejauhan. Khalid mendekatinya dan ia mendapati perempuan tua bersama putrinya yang sedang hamil dan mengerang kesakitan. Perempuan tua itu berkata, “ Selamatkan kami! Tolong kami wahai tuan yang baik hati..”

Dengan kemurahan hati, kholid pun mengantarkan mereka berdua ke rumah sakit bersalin. Nenek itu memberitahukan pada Khalid bahwa mereka bukan penduduk asli kota tersebut. Dan suami putrinya tersebut telah pergi keluar kota karena suatu pekerjaan, dan tidak ada seorang pun yang bisa membantu mereka sementara air matanya bercucuran karena melihat putrinya yang kesakitan.

Sepanjang jalan, perempuan tua itu tak henti-hentinya mendoakan kebaikan untuk Khalid. Dan sampailah mereka di rumah sakit. Khalid tidak tega meninggalkan mereka sendirian di rumah sakit. Khalid pun menunggunya di ruang tunggu pria dan menghubungi istrinya bahwa ia agak terlambat pulang ke rumah.

Khalid duduk dan menyandarkan punggungnya ke dinding, tak sadar ia pun sudah tertidur. Khalid tidak tahu sudah berapa jam yang ia lalui ketika tertidur. Namun tiba-tiba dibangunkan dengan suara teriakan dokter dan dua orang polisi yang mendekatinya.

Perempuan tua tadi berteriak, “ini dia! Ini dia!” sambil menunjuk ke arah Khalid. Khalid terkejut dan bangkit dari tempat duduknya dan berkata, “apakah proses operasinya berhasil?”

Sebelum ada yang menjawab pertanyaan Khalid, polisi mendekatinya dan berkata padanya, “Apakah kamu yang bernama Khalid?”.

“Ya, benar”.

“kami ingin berbincang-bincang denganmu lima menit saja di sebuah ruangan khusus”.

Mereka masuk ke ruangan direktur dan menutup pintunya. Di tempat itu, nenek itu berteriak-teriak, memukul wajah Khalid, dan menampar pipinya seraya berkata, “Orang hina ini pelakunya. Aku harap kalian tidak membiarkannya pergi dari sini. Wahai putriku, betapa malangnya nasibmu...”.

Khalid terheran-heran dan bingung, ia tidak paham apa yang sebenarnya terjadi. Lalu polisi berkata kepadanya, “Perempuan tua itu mengaku bahwa anda telah merampas kehormatan putrinya. Ia hamil atas perbuatanmu. Lalu ketika perempuan itu mengancam untuk menyebarkan berita ini dan melaporkannya pada pihak kepolisian, maka anda berjanji akan segera menikahinya. Tapi setelah bayinya melahirkan, anda ingin meletakkannya disalah satu pintu masjid agar ada orang baik hati yang mengasuhnya!”.

Khalid terperanjat mendengar perkataan itu. Jantungnya terasa seperti ditimpa beban besar, dunia berubah menghitam di hadapan kedua matanya. Ia tidak bisa berucap sepatah katapun hingga tubuhnya rubuh.

Kemudian, setelah Khalid siuman. Ia melihat dua orang polisi bersamanya di dalam ruangan itu. Seorang polisi berkata, “Wahai Khalid, beritahukan padaku kejadian sebenarnya. Aku tidak yakin bahwa engkau yang melakukan semua itu”.

Dengan hati yang tersayat-sayat, Khalid mengatakan, “Wahai manusia, beginikah cara kalian membalas kebaikan?. Aku adalah orang terhormat dan selalu menjaga kehormatan itu. Aku telah menikah dan mempunyai tiga orang anak. Dan aku juga tinggal di lingkungan terhormat”. Khalid tak sanggup menguasai dirinya. Air mata tak sanggup dibendungnya lagi. Itulah air mata yang dirasakan orang yang terdzolimi. Ketika mulai tenang, Kholid pun menceritakan kejadian sebenarnya.

Lalu, polisi tersebut mengatakan,”aku yakin kamu akan bebas dari segala tuduhan ini. Tapi kamu harus menunjukkan bukti bahwa kamu tidak bersalah. Mungkin kamu hanya perlu melakukan tes DNA, apakah benar bayi itu anakmu atau tidak.”

Kholid menjawab, “apakah anda percaya bahwa anjing-anjing akan berbuat baik pada tuannya yang berbuat baik padanya. Tapi kebanyakan manusia lebih hina dari anjing.”

Matahari terbit dengan cerahnya, namun pagi itu wajah Kholid tetap tidak bisa menyembunyikan kecemasannya, dan segala puji bagi Allah karena dengan nikmat-Nya hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Khalid bebas dari tuduhan dusta itu. Khalid pun tidak bisa menahan kegembiraannya. Ia tersungkur sujud , bersyukur kepada Allah. Pihak kepolisian pun meminta maaf kepada Khalid. Dan nenek beserta putrinya itu dibawa ke kantor polisi untuk diperiksa dan ditentukan hukuman atas mereka.

Sebelum meninggalkan rumah sakit, Khalid pamit kepada dokter spesialis yang menangani masalahnya tersebut. Setelah diruangan dokter, kholid memberi salam dan mendoakan dokter itu dengan kebaikan. Tapi, tiba-tiba dokter itu bertanya pada Khalid, “jika anda punya kesempatan, aku ingin berbicara denganmu beberapa menit saja”.

Dokter itu terlihat bingung. Lalu muncul keberaniannya dan berkata, “Sebenarnya, Wahai Khalid, sepanjang pemeriksaan yang kami lakukan, aku ragu bahwa anda mengidap suatu penyakit! Namun aku tidak begitu yakin dengan ucapanku. Karenanya, aku ingin melakukan pemeriksaan terhadap istri dan anak-anakmu untuk menghilangkan keraguan ini”.

Kembali nampak dari raut wajah Khalid katakutan dan kegelisahan, seraya berkata, “Aku harap anda memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi. Aku ridho dengan takdir baik dan takdir buruk Allah. Tapi yang terpenting bagiku adalah anak-anakku yang masih kecil. Aku rela mengorbankan diriku demi mereka. Lagi, Khalid menahan air matanya.

Dokter menangkannya,dan berkata, “sebenarnya, aku tidak sanggup memberitahukan sekarang, hingga aku benar-benar yakin atas masalah ini. Tapi, segera bawa istri dan anak-anakmu ke sini..!”

Tidak perlu menunggu lama,  Khalid telah kembali membawa istri beserta anak-anaknya ke rumah sakit. Selesailah pemeriksaan medis atas mereka. Lalu Khalid masuk ke ruangan dokter tersebut untuk berbincang-bincang.  Tiba-tiba terdengar suara dering Handphone milik Khalid. Khalid mengangkatnya dan berbicara sebentar.

Selesai dari pembicaraan di handphone, dokter bertanya kepada Khalid, “siapa orang yang kamu katakan padanya, ‘jangan kamu dobrak pintu rumah itu’ tadi?”

“itu adikku, Hammad. Ia tinggal bersamaku. Kunci pintunya hilang, ia meminta aku segera datang dan membukakan pintu”, dokter itu sedikit terkejut, “sejak kapan ia tinggal bersama kalian?”

Khalid menjawab, “sejak empat tahun yang lalu. Ia sedang kuliah semester akhir di sebuah perguruan tinggi di kota ini”. Dokter itu berkata, “baiklah, bisakah kamu bawa ia kemari untuk kami lakukan pemeriksaan medis terhadapnya, agar kami yakin apakah penyakit ini dari keturunan atau tidak..”

Pada waktu yang sudah ditentukan, Khalid dan adiknya, Hammad datang ke rumah untuk melakukan pemeriksaan. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap Hammad, dokter meminta Khalid untuk datang ke rumah sakit lagi pada pekan depannya. Sepekan lamanya, Khalid tidak pernah nyenyak dalam tidurnya. Dan ia selalu dihantui rasa cemas dan kegelisahan.

Waktu yang telah ditentukan pun tiba, Khalid kembali berangkat untuk menemui dokter. Dokter menyambutnya dengan gembira dan menghidangkan minuman dingin untuk menenangkan ketegangan Khalid. Dokter mulia bercerita padanya tentang pentingnya kesabaran dalam hidup, dan berbicara tentang ganjaran orang-orang yang bersabar dikala musibah menimpa.

Kholid yang begitu penasaran, memotong pembicaraan,”Dokter... aku harap anda tidak membuat saya semakin tegang dan cemas. Aku siap menerima penyakit apa yang akan menimpa diriku. Apa yang sebenarnya terjadi padaku?”

Dokter itu menundukkan kepalanya sedikit dan berkata, “kadangkala kenyataan itu bisa menyakitkan, begitu keras dan pahit!! Tapi tetap harus mengetahui dan menghadapinya! Lari darinya bukanlah jalan keluar dan juga tidak akan bisa mengubah kenyataan”

Dokter itu diam sejenak, lalu mengucapkan sebuah perkataan yang meremukkan dan meluluhlantakkan hati, “Wahai Khalid, sebenarnya kamu ini mandul dan tidak bisa mempunyai keturunan! Tiga orang anak yang engkau bawa waktu itu bukanlah anakmu, tapi anak dari adikmu Hammad”.

Seakan petir, perkataan itu menyambar Khalid. Lalu ia berteriak sekeras mungkin hingga menggaung ke seluruh raungan di rumah sakit, dan akhirnya tidak sadarkan diri. Dua pekan lamanya, Khalid terbaring di rumah sakit dan tidak sadarkan diri. Ketika ia sadar, ia mendapati kehidupannya telah hancur dan binasa.

Khalid pun ditimpa penyakit lumpuh, setengah dari badannya tidak bisa digerakkan dan ingatannya hilang karena berita memilukan itu. Ia pun dipindahkan ke rumah sakit jiwa untuk menghabiskan sisa umurnya. Sedangkan istrinya dibawa ke pengadilan  untuk dimintai pengakuannya atas perzinahan yang dilakukannya, lalu ditegakkan hukum rajam sampai mati atasnya.

Adiknya Hammad berada di penjara untuk menunggu keputusan hukum yang akan diterimanya. Sementara tiga orang anaknya dipindahkan ke panti asuhan sosial untuk tinggal bersama dengan anak-anak terlantar dan anak yatim. Ketetapan Allah tetap berlaku,

“Ipar adalah maut”

وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلًا
“Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada Sunnah (ketetapan) Allah” (Al-Ahzab : 62)

0 komentar:

Posting Komentar